Tiga remaja Selandia Baru berhasil bertahan hidup saat terdampar di tengah laut Samudera Pasifik selama 50 hari. Padahal kerabat di kampung halaman sudah mengira mereka telah meninggal sehingga sudah menggelar upacara berkabung.
Menurut laman harian Sydney Morning Herald(SMH), ketiga pemuda itu berhasil diselamatkan pada Rabu, 24 November 2010. Mereka bernama Samuel Perez dan Filo Filo - keduanya berusia 15 tahun - dan Edward Nasau (14 tahun).
Ketiga remaja itu dilaporkan hilang pada 5 Oktober lalu ketika kapal alumunium kecil yang mereka naiki terbawa arus di lepas pantai Selandia Baru. Pencarian yang dilakukan pasukan angkatan udara Selandia Baru tidak membuahkan hasil.
Mengira ketiganya sudah tewas, pihak keluarga di Pulau Atafu berinisiatif menggelar upacara berkabung. Namun, suasana duka berubah jadi kegembiraan setelah mendengar kabar bahwa mereka berhasil ditemukan dalam keadaan hidup oleh suatu kapal nelayan. Walau sudah lemah lunglai, ketiga remaja itu masih bisa melambai-lambaikan tangan ke arah kapal.
“Kami melihat kapal kecil dan kami sadar itu aneh. Kami melihat ada beberapa orang di dalamnya dan seharusnya mereka tidak berada di sana,” ujar Tai Fredricson, seorang awak kapal nelayan yang pertama kali melihat mereka seperti dilansir SMH.
“Mereka sangat kurus, namun dalam keadaan baik mengingat apa yang telah mereka lalui,” lanjut Fredricson.
Mereka ditemukan 1.300 kilometer dari tempat mereka hilang, tepatnya di bagian barat dekat perairan Uvea atau di sebelah timur Fiji. Fredricson mengetahui betul kondisi seseorang yang terdampar. Maka, mereka tidak boleh langsung diberi air dan makanan, tapi harus diinfus terlebih dulu.
Mereka berhasil bertahan hidup di tengah laut selama 50 hari dengan hanya meminum air hujan dan memakan seekor burung camar laut. Burung itu mereka makan mentah-mentah dan mencicilnya selama beberapa hari.
“Entah bagaimana mereka dapat menangkap seekor camar laut. Saya tidak tahu bagaimana, yang jelas mereka menangkapnya,” ujar Fredricson lagi.
Saat haus, mereka mengandalkan air hujan. Namun selama beberapa hari terakhir, mereka terpaksa meminum sedikit air laut karena hujan tidak kunjung turun.
“Mereka meminum sedikit demi sedikit air laut, memang bukan ide yang bagus, namun mereka hanya melakukannya selama beberapa hari terakhir,” ujar Fredricson seraya mengatakan bahwa mereka bisa mati jika terus mengkonsumsi air laut.
Pada Jumat, 26 November 2010, mereka akan diberangkatkan ke pulau Fiji untuk menjalani perawatan sebelum pulang. Perjuangan ketiga remaja itu dianggap sebuah mujizat oleh banyak orang, termasuk awak kapal yang menemukan mereka.
• VIVAnews
Menurut laman harian Sydney Morning Herald(SMH), ketiga pemuda itu berhasil diselamatkan pada Rabu, 24 November 2010. Mereka bernama Samuel Perez dan Filo Filo - keduanya berusia 15 tahun - dan Edward Nasau (14 tahun).
Ketiga remaja itu dilaporkan hilang pada 5 Oktober lalu ketika kapal alumunium kecil yang mereka naiki terbawa arus di lepas pantai Selandia Baru. Pencarian yang dilakukan pasukan angkatan udara Selandia Baru tidak membuahkan hasil.
Mengira ketiganya sudah tewas, pihak keluarga di Pulau Atafu berinisiatif menggelar upacara berkabung. Namun, suasana duka berubah jadi kegembiraan setelah mendengar kabar bahwa mereka berhasil ditemukan dalam keadaan hidup oleh suatu kapal nelayan. Walau sudah lemah lunglai, ketiga remaja itu masih bisa melambai-lambaikan tangan ke arah kapal.
“Kami melihat kapal kecil dan kami sadar itu aneh. Kami melihat ada beberapa orang di dalamnya dan seharusnya mereka tidak berada di sana,” ujar Tai Fredricson, seorang awak kapal nelayan yang pertama kali melihat mereka seperti dilansir SMH.
“Mereka sangat kurus, namun dalam keadaan baik mengingat apa yang telah mereka lalui,” lanjut Fredricson.
Mereka ditemukan 1.300 kilometer dari tempat mereka hilang, tepatnya di bagian barat dekat perairan Uvea atau di sebelah timur Fiji. Fredricson mengetahui betul kondisi seseorang yang terdampar. Maka, mereka tidak boleh langsung diberi air dan makanan, tapi harus diinfus terlebih dulu.
Mereka berhasil bertahan hidup di tengah laut selama 50 hari dengan hanya meminum air hujan dan memakan seekor burung camar laut. Burung itu mereka makan mentah-mentah dan mencicilnya selama beberapa hari.
“Entah bagaimana mereka dapat menangkap seekor camar laut. Saya tidak tahu bagaimana, yang jelas mereka menangkapnya,” ujar Fredricson lagi.
Saat haus, mereka mengandalkan air hujan. Namun selama beberapa hari terakhir, mereka terpaksa meminum sedikit air laut karena hujan tidak kunjung turun.
“Mereka meminum sedikit demi sedikit air laut, memang bukan ide yang bagus, namun mereka hanya melakukannya selama beberapa hari terakhir,” ujar Fredricson seraya mengatakan bahwa mereka bisa mati jika terus mengkonsumsi air laut.
Pada Jumat, 26 November 2010, mereka akan diberangkatkan ke pulau Fiji untuk menjalani perawatan sebelum pulang. Perjuangan ketiga remaja itu dianggap sebuah mujizat oleh banyak orang, termasuk awak kapal yang menemukan mereka.