Ilustrasi Gayus menjadi pedagang kaki lima di trotoar, siapakah yang perlu dimiskinkan, koruptor atau rakyat kecil?
"Ngapain minta ke kita. Minta saja sama Gayus tuh. Dia banyak duitnya," ucap salah seorang pemilik warung dengan nada kesal yang enggan disebut identitasnya, Kamis (2/12/2010). Mendengar kabar tersebut, ia terlihat kaget. Pasalnya, hingga saat ini ia belum mendengar kabar pembayaran pajak ini. Karena, ia beralasan, belum adanya sosialisasi dari pemerintah DKI Jakarta.
Ia menyayangkan sikap pemerintah yang terlalu dini untuk mengambil kebijakan sepihak ini. Menurutnya, kebijakan ini semakin menyiksa masyarakat kecil yang hanya mengandalkan dari penjualan nasi untuk bertahan hidup. "Ada-ada saja pemerintah ini," tandasnya.
Sederhana memang pemikiran para kawula alit atau wong cilik, tak serumit etika yang harus dipelajari para anggota dewan di Yunani belum lama ini. Mungkin para rakyat sudah terlalu apatis untuk menyikapi apapun kebijakan pemerintah, apalagi kebijakan yang membebani rakyat banyak.
Seorang Gayus dengan uang miliaran ditangan bisa mengatur dan menundukan aparat, bahkan tak jarang dalam praktek mafia hukum uang bisa membuat para pemegang jabatan dan wewenang beralih profesi menjadi pelacur, pelacur jabatan karena bisa dibeli dan diatur oleh uang oleh pemberinya.
Tentu bukan hal yang bijak membiarkan perompak kekayaan negara, para benalu yang menghisap sari pati sumber dana negara itu berkeliaran bebas sementara rakyat jelata dihisap darahnya dan tak diberi kesempatan bernafas lebih lega dari segala himpitan birokrasi kompleks yang menjadikan mereka tak bisa berkembang dengan baik. Dimana letak keadilan?[ruanghati.com]